Masih maudisini kan? Beberapa tulisan kedepan dari website ini akan sedikit kembali pada pengalaman dan kenangan masa lalu, entah mengenai kesenangan, sedih, atau hal yang pelik sekalipun.
Bisa jadi pengalaman dan kenangan dengan diri sendiri atau dengan orang lain. Bukan sebuah hal yang mudah untuk bisa membuka kembali masa-masa itu.
Daftar Isi
Perjalanan Lintas Dimensi
—
Jatinganor, Desember 2016
Waktu sudah menunjukan pukul 10.12 WIB, sejenak saya duduk di beranda kost-an untuk menikmati hamparan sawah serta menghirup udara sejuk. Sejenak pula melepas penat dari berbagai hiruk-pikuk yang ada di kepala mengenai dunia perkuliahan.
Tidak seperti biasanya, langit kala itu gelap. Sudah siap melimpahkan hujan sebagai rahmat dari-Nya.
Saya pun duduk di bangku panjang dengan cat putih yang sudah ada sejak saya tinggal. Beberapa menit kemudian hujan turun membasahi tanah dan sawah. Terciumlah aroma yang khas dari tanah.
Entah mengapa, hujan selalu menjadi sebuah pintu untuk kembali pada dimensi lain. Dimensi yang sudah seharusnya saya jaga baik-baik. Ya dimensi itu adalah “masa lalu”. Setiap orang memiliki dimensi ini tersendiri.
Semakin derasnya hujan, semakin cepat pula saya menikmati perjalanan antar ruang dimensi itu.
—
Pangandaran, Juli 2015
Saya segera turun dari mobil sewaan bersama 8 orang sahabat lainnya. Liburan semester kali ini akan terasa spesial karena saya bisa mengunjungi tempat wisata.
Pada liburan-liburan sebelumnya, saya hanya menghabiskan waktu di depan laptop, TV dan tumpukan novel.
Pasir pantai terasa panas dibawah terik matahari, tapi itu bukan sebuah alasan untuk tidak menikmati deburan ombak dan angin sepoi-sepoi.
Sebelum memulai wisata, kami memutuskan untuk beristirahat dulu di penginapan sambil mengisi perut yang telah keroncongan.
Indahnya Senja Kala itu
Bisa sampai disini adalah sebuah anugerah tersendiri, karena banyak sekali rencana liburan sebelumnya, tapi semuanya berakhir menjadi sebuah wacana belaka.
Untuk kali kedua pula saya menginjakan kaki di pantai yang sudah tidak asing lagi ini.
Petualangan dimulai pada saat sore tiba, hal ini sengaja dilakukan agar bisa mendapatkan sunset. Sayang rasanya jika pergi ke pantai tapi melewatkan pemandangan berharga ini. Maka kami sepakat untuk menyebrang ke Pantai Pasir Putih.
Tentunya harus menyewa speedboat agar perjalanan lebih cepat.
Pasir Putih ini menjadi persinggahan pertama kami, sebagian dari kami memilih untuk snorkeling. Sebagian lagi memilih untuk berenang sambil menikmati derasnya ombak saat itu.
Saya termasuk ke dalam kelompok yang memilih untuk berenang saja karena ada tambahan biaya untuk snorkeling.
Yang saya rasa saat itu adalah kebahagiaan, ya sebuah kebahagiaan yang diciptakan oleh saya sendiri. Tertawa riang dengan sahabat, melupakan sejenak hiruk pikuk sebagai mahasiswa, me-refresh otak agak kembali jernih.
Sore yang itu ada yang snorkeling, berenang, foto-foto, membuat istana pasir dan ada pula yang melihatmu tersenyum. Aku.
Waktu hampir menunjukan pukul 17.35 WIB kami duduk bersama di bibir Pantai Pasir Putih.
Menikmati indahnya senja sambil bersenda gurau menunggu sang surya terbenam dari ufuk barat. Kala itu terdapat dua pemandangan yang sangat indah yang bisa saya lihat secara bersamaan.
Indahnya Malam Tanpa Bintang
Sunset tidak pernah mengecewakan bagi para penikmatnya. Kami pun pulang ke penginapan untuk membersihkan badan dan serta sembahyang.
Waktu menunjukan pukul 19.31 WIB kami memutuskan untuk berkeliling mencari kudapan.
Tapi ada satu hal yang menarik perhatian kami, yaitu odong-odong dengan lampu kerlap-kerlipnya yang menghiasi seluruh body-nya. Tanpa pikir panjang kami pun menyewa 2 odong-odong tersebut.
Memang namanya mahasiswa, kadang kelakuannya engga ada mahasiswa-mahasiswanya. Odong-dong tadi kita pake untuk balapan. Padahal penggunaan sesuai Standard Operating Procedure-nya adalah untuk berkeliling-keliling sewajarnya saja.
Malam itu penuh canda tawa kegirangan saking asiknya balapan dengan odong-odong. Dari tempat saya duduk bisa saya lihat indahnya malam itu lewat lekukan senyumnya. Yaa malam ini terasa indah walau tidak ada bintang.
Capek euy…
Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut saya karena terus menggowes odong-odong sampai nafas naik turun kelelahan. Ikan bakar dan oseng kangkung menjadi menu makan malam yang sangat nikmat.
Portal Penghambat Jalan
Pagi hari kami sudah siap berangkat menuju tempat selanjutnya. Nama kawasan itu adalah Citumang, masih asing di telinga kami. Tapi jika lihat photo dari Google sih tempatnya oke punya.
Perjalan menempuh perjalan sekitar satu jam dari penginapan. Saya lupa berapa jaraknya dari Pantai Pangandaran ke wisata Citumang ini. Ingin cepat sampai adalah hal yang terus ada dalam pikiran saya.
Cemilan, kamera, baju ganti sudah siap. Tinggal sampai di tempat tujuan yang belum terlaksana. Tapi, semakin jauh perjalanan, ternyata Citumang itu harus melewati pemukiman warga.
Saat mulai masuk pemukiman, ternyata jalannya di portal, kami sempat berpikir untuk putar arah dan menuju tempat Plan B. Setelah menunggu sekitar 3 menit ada warga keluar dari rumahnya dan membuka portalnya.
Jasa untuk membuka portal ini dia bandrol Rp 2.000,- . Kejanggalan pun dimulai beberapa ratus meter kemudian. Kami bertemu dengan portal jalan lagi, kali ini ada penjagannya. Sekali lagi tarif untuk membuka portal ini adalah Rp 2.000,-.
Entah berapa banyak portal yang harus dilewati untuk sampai ke Citumang ini. Bayangkan saja jika selama perjalan ada 8 portal dan harga setiap portal jalannya itu Rp 2.000,- berarti kita harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 16.000,-.
Itu baru perjalan pergi, belum lagi perjalanan pulangnya pun sama. Berarti sekitar Rp 32.000,- kita harus keluarkan untuk biaya “membuka portal”. Sangat mahal memang.
Pesona Indah yang Terlukis dari Ciptaan-Nya
Mari kita lupakan tentang portal yang cukup menyebalkan.
Kami sampai di kawasan wisata Citumang, sebuah wisata yang berada di pedalaman desa. Kami mengeluarkan kocek Rp 85.000,- untuk paket body rafting dan makan siang. Saya sendiri baru mendengar istilah body rafting.
Tujuan pertama dari wisata Citumang ini adalah Goa Taringgul. Setiap orang wajib memanjat akar pohon setinggi 8 meter yang menempel pada dinding tebing dan melompat ke sungai. Bagi yang takut ketinggian sangat sayang jika tidak mencobanya.
Selanjutnya penjalanan melewati sungai yang setiap sisinya terdapat pehonan yang masih alami tumbuh. Melompat dari pohon akar gantung seperti tarzan.
Melompat dari ketinggian pohon 10 meter, berenang di sungai yang memiliki kedalaman 5 meter dan yang terakhir adalah membelah hutan jati lewat arus sungai. Sampai terakhir berada di muara.
Selama itu pula saya menikmati pemandangan alam dan senyumnya. Gelak tawa dan riang adalah sebuah kebahagiaan yang nyata kala itu.
Setelah mengeringkan badan kami pun makan siang dengan menu Khas Sunda. Sungguh nikmat hari itu.
Harga Rp 85.000,- sangat pantas dan bisa dibilang terlalu murah untuk wisata yang disuguhkan.
Jangan salah, perjalanan tidak berhenti sampai sini. Kami melanjutkan ke Pantai Batu Karas. Di Pantai ini kami mencoba wahana banana boat dan water sport lainnya.
Sekali lagi saya disuguhkan dengan sunset untuk kedua kalinya, sambil berbincang ringan dengan pemilik senyum yang khas. Pesona indah yang dilukiskan-Nya bisa saya nikmati dalam waktu yang bersamaan.
Bahagia.
Terima kasih telah memberi kesempatan untuk menikmati sebuah surga kecil di tempat ini.
Tempat yang menurut saya penuh dengan memorabilia. Sebuah kebahagiaan yang kami ciptakan besama.
Bahagia dan senang adalah dua kata yang tersurat kala itu. Terima kasih.
Kami pun pulang kembali ke Bandung, saya bisa lihat wajah lelahnya tertidur pulas di mobil sewaan.
—
Hujan belum menunjukan tanda-tanda akan reda. Saya pun masuk ke dalam kamar untuk melanjutkan tugas yang belum selesai.
***
Itulah pengalaman super asik di Citumang.